Minggu, 31 Mei 2009

Uang Purna Tugas Dewan, Perlukah?

Ada banyak sekali pertanyaan sangat penting yang mengharuskan kita berpikir ulang perluya uang purna bakti anggota legislatif. Pertama, mari kita cermati dari aspek motivasi para caleg. Berapa banyak sih orang yang mencaleg-kan dirinya dengan motivasi tidak untuk mencari uang atau menambah popularitas supaya nanti bisa jadi Gubernur, Bupati, atau Walikota? Saya yakin, hanya kurang dari 1 % yang bermaksud mengabdikan diri pada bangsa dan negara serta kepentingan rakyat banyak. Selebihnya, ya hitung sendiri! Lihat saja, kalau mereka tidak dimotivisir oleh kebutuhan uang, tentu nggak perlu stres atau gila bila gagal terpilih, apalagi memalsukan ijasah segala. Kalau mereka punya maksud untuk kepentingan rakyat atau bangsa, nggak perlu dong minta pamrih berlebihan! Bandingan dengan TNI, POLRI, dan PNS yang siap ditempatkan di mana saja hingga pelosok-pelosok yang anggota dewan itu tak bakal mau berlama-lama di sana, cukup sehari. Kedua, berapa lama sih masa berbakti anggota dewan? Bandingkan pengabdi lainnya: TNI, POLRI, dan PNS yang hidupnya pas-pasan banget. Dengan hanya 5 tahun duduk di kursi dewan, apa yang bisa mereka perbuat selain duduk, diam, tidur, jalan-jalan dengan alasan studi banding, setelah itu minta jatah proyek pula. Ketiga, apa yang diperbuat anggota dewan yang katanya terhormat itu untuk rakyat banyak? Bandingkan lagi dengan TNI, POLRI, dan PNS yang setiap hari melayani rakyat, menjaga negeri bahkan meninggalkan anak isterinya untuk melayani rakyat dan negeri ini! Bukankah anggota dewan banyak yang hanya titip absen untuk rapat-rapat yang sebenarnya lebih efektif dihadiri beberapa orang saja. Kata orang sih banyak yang nggak mutu, nggak nyambung. Masih mending kalau putus-nyambung, kayak lagu. Itu pun dapat duit juga. Rapat saja dapat duit, ke mana memang gaji yang dibayarkan rakyat setiap bulannya berjuta-juta itu. Bukankah gaji itu untuk tugas dewan, yang tugasnya ya rapat-rapat itu, omdo alias omong doank. Kok dibayar pula! Aneh kan? Bandingkan lagi dengan rapat-rapat anggota TNI, POLRI, dan PNS. Kalaupun dapat, paling-paling jatah makan siang, biasa nasi kotak, yang kalau kelamaan rapatnya terkadang sudah agak basi. Keempat, kalau minta uang purna tugas, ya yang masuk akal, seperti uang ‘kerohiman’ atau pesangon lainnya. Tengok dong anggota TNI, POLRI, dan PNS yang uang Taspen-nya hanya cukup untuk uang gedung untuk kuliah satu orang anaknya padahal kerjanya berpuluh-puluh tahun. Atau bahkan karyawan-karyawan yang bikin baju, sepatu, jas, hingga kopiah anggota dewan, yang pesangonnya hanya cukup untuk makan seminggu dan setelah itu nganggur nggak karuan. Kelima, anggota dewan itu, setahun saja duduk sudah bisa naik haji, bawa keluarga lagi. Artinya penghasilannya sangat banyak. Bandingkan, berapa banyak anggota TNI, POLRI, dan PNS yang bahkan sampai pensiun pun belum dapat titel Haji juga. Keenam, gaji yang sangat besar dan adanya uang purna bakti akan mendorong seseorang untuk menjadi caleg, bukan karena niat pengabdiannya kepada rakyat, tetapi karena besarnya bayang-bayang duit yang bakal diperolehnya jika ia lolos menjadi anggota dewan. On the other words, sangat menjanjikan! Coba kalau gajinya disamakan saja dengan anggota TNI, POLRI, dan PNS; apa masih berminat??????